Jumat, 04 Juli 2008

Jangan Salah Pilih Beras

Jangan Salah Pilih Beras


Banyaknya jenis beras kadang bikin pusing. Kalau tak tahu 'ilmunya', maunya beras yang pulen, dapatnya justru yang pera!

Orang Asia bisa dibilang maniak nasi. Bayangkan, dalam tubuh kita yang cuma 50-60 kilo ini, dalam setahunnya kita menyantap hampir 140 kilogram nasi! Bandingkan dengan orang AS, yang menyantap nasi paling sedikit, yakni cuma 10 kilo per tahun.

Dan meski sudah makan nasi sepanjang hidup kita, wajar, kalau kita masih bingung memilih mana beras yang menghasilkan nasi pulen, mana yang pera. Sebab memang banyak sekali varietas beras di pasaran. Membedakan rojolele, cianjur, pandan wangi, IR 36, IR 64, C4, dan beras thailand saja belum bisa (kecuali jika kita membaca kemasannya). Apalagi ditambah istilah long grain, medium grain, short grain, atau aromatic rice. Lebih tercengang lagi kalau kita tahu bahwa di seluruh dunia trnyata ada sekitar 40.000 jenis beras!

Tidak semua beras itu sama. Tiap jenis beras berbeda sifat saat dimasak. Sebagian besar, hal ini karena adanya variasi perbandingan jenis pati yang dimiliki beras, yakni amilosa dan amilopektin. Jika amilopektin dominan, misalnya pada nasi short dan medium grain, biji-biji nasinya akan cenderung melengket satu sama lain saat dimasak, dan diperole nasi yang pulen. Sebaliknya jika kandungan amilopektin rendah dan amilosa tinggi, seperti pada beras long grain, ketika dimasak tiap biji nasi akan memisah, kering, dan mengembang. Istilahnya, pera.

Makin Pendek Makin Lengket
Kita bisa membedakan beras berdasarkan kenampakan dan hasilnya setelah dimasak. Ukuran biji beras (panjang dibanding lebar) merupakan dasar pengkategorian beras, yakni menjadi tipe long grain, medium grain, dan short grain.

Biji beras long grain -kadang disebut indika- panjangnya 4-5 kali lipat dibanding lebarnya. Padi penghasil beras ini tumbuh paling baik di daerah yang beriklim panas, misalnya di Asia Tenggara -temasuk Indonesia- dan bagian selatan AS. Ketika dimasak, butir-butir beras long grain akan memisah, mengembang, dan ringan. Ini merupakan makaan pokok di Asia Tenggara dan juga menjadi favorit para koki di AS.

Beras medium grain panjangnya 2-3 kali lipat lebarnya. Beras ini sedikit lebih pendek dan lebih gemuk dibanding beras long grain, namun tidak bulat. Jenis beras ini punya waktu tanam yang lebih pendek, dan ditumbuhkan di daerah yang beriklim sedang seperti Jepang, Korea, Cina Utara. Eropa, dan Kalifornia di AS. Jika dimasak, beras medium grain akan lebih lembab (berair) dan biji nasinya akan lebih melekat satu sama lain. Beras ini cocok untuk makanan yang punya karakterisrik berasa krim seperti kroket, rengginang, atau meatloaf. Di Jepang, nasi dari beras medium grain disukai karena kemampuannya melengket satu sama lain untuk membuat sushi. Beras arborio merupakan beras medium grain dari Italia yang digunakan untuk risotto dan juga sering dipakai membuat puding beras.

Beras short grain mempunyai bentuk hampir bulat. Lebarnya hampir sama dengan panjangnya. Karakteristiknya hampir sama dengan beras medium grain. Beras ini tidak selalu ada di pasaran, namun biasanya bisa ditemui di toko yang menyediakan masakan oriental atau karibia. Beras ini juga pilihan yang bagus untuk membuat sushi.

Secara umum, makin jauh letak ditanamnya padi dari khatulistiwa, makin pendek pula biji beras yang dihasilkan. Makin pendek ukuran bijinya, makin lunak dan lengketlah beras itu setelah dimasak.

Beda Bentuk, Beda Waktu Masak
Beras juga tersedia dalam berbagai bentuk. Tiap bentuk membutuhkan waktu masak yang berbeda.

* Beras giling putih (regular-milled white rice)
Ini jenis beras yang paling umum dijumpai. Kulit luar beras telah dibuang, begitu juga kulit ari serta inti biji beras, melalui pengilingan, sehingga biji beras menjadi putih.

* Beras parboiled
Beras parboiled diolah dengan proses khusus menggunakan tekanan uap, sebelum beras digiling. Beras direndam dalam air, dikukus, dikeringkan, lalu digiling untuk membuang kulit luarnya. Dengan cara ini, vitamin dan mineral yang ada dalam beras menyebar secara merata. Proses ini tidak memasak beras namun hanya mengeraskan biji berasnya saja sehingga berkurang pecahnya saat digiling. Nasi yang dihasilkan juga lebih mengembang.

* Beras instan (Precooked/instant rice)
Yakni beras putih yang sudah dimasak penuh namun kemudian didehidrasi atau dihilangkan kadar airnya. Dalam bentuk kering ini beras menjadi lebih berpori sehingga air mendidih bisa masuk ke dalam biji beras dan menanaknya dalam waktu singkat. Kebanyakan nasi instan diperkaya dengan zat besi, vitamin B1, serta vitamin B2. Tak perlu lagi dicuci karena bisa menghilangkan mineral dan vitamin tambahan ini.

* Beras merah (Brown rice)
Ini jenis beras yang paling sedikit mendapat pengolahan. Hanya bagian kulit luar (hull) saja yang dibuang, dan masih punya lapisan kulit ari (bran), embrio beras (germ) dan bagin putih beras (endosperm). Kulit ari beras ini sangat kaya mineral dan vitamin, khususnya kelompok vitamin B. Juga memberi warna kemerahan dan citarasa agak seperti kacang, kenyal, serta bertekstur lebih keras. Karena mengandung serat dan lemak lebih tinggi, beras merah butuh waktu lebih lama saat dimasak dibanding beras putih.

Ingin Nasi Pulen?

Ingin Nasi yang Pulen?

1. Gunakan beras long grain (umumnya beras ini 'pera')
2. Masukkan sesendok minyak goreng ke dalam air pemasaknya, bersama sedikit garam
3. Jangan mengaduk beras ketika mulai masak. Ini membuat beras mengeluarkan patinya dan membuat nasi jadi lengket
4. Setelah beras menyerap semua air pemasak, angkat panci dari kompor. Buka tutupnya dan ganti penutup dengan kain handuk yang bersih atau 2 lapis handuk kertas, lalu tutup lagi panci tersebut.
5. Panaskan lagi nasi sekitar 10-15 menit untuk menyerap kelebihan air dan mencegah nasi menyerap kembali uap air itu
6. Kalau memakai rice cooker lebih gampang lagi. Kita tak perlu memasang kertas handuk dan melihat-lihat jam. Alat ini tidak bekerja berdasarkan waktu masak. Cukup lakukan langkah 1 & 2. Rice cooker akan otomatis menurunkan suhu dari suhu pemasakan ke suhu penghangatan ketika sudah tidak ada lagi air di dalam pemasak.

Selasa, 01 Juli 2008

Inovasi Pangan Filli Pratama

Inovasi Pangan Filli Pratama


BM Lukita Grahadyarini

"Tanah Air Indonesia kaya akan sumber daya alam. Sudah sepantasnya jika kekayaan itu
dimanfaatkan untuk kemajuan pangan bangsa".

Sepenggal pemikiran itu yang mendorong Filli Pratama (40) bertekun membuat produk
pangan yang praktis dari bahan-bahan alami dengan sentuhan teknologi yang tidak harus
rumit.

Salah satu produk pangan yang dihasilkannya adalah tekwan kering cepat saji. Penganan
basah khas Palembang yang dikemas kering untuk oleh-oleh ini biasanya harus direndam
dulu selama delapan jam supaya lunak, sebelum direbus dan disajikan. Tekwan yang
lazim adalah mekanan berkuah sejenis bakso yang terbuat dari bahan tepung tapioka dan
ikan tenggiri.

Namun, melalui pembuatan alat sederhana, tekwan kering cepat saji itu cukup direndam
15-20 menit agar lunak. Peralatan sederhana itu dibuat sedemikian rupa agar struktur
tekwan kering yang kenyal dan padat menjadi lebih berpori, sehingga cepat lunak
sewaktu direndam dan praktis disajikan.

Tekwan kering cepat saji itu langsung ludes dibeli sewaktu dipamerkan pada Festival
Sriwijaya, Juni lalu, dan Gelar Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, Agustus
lalu, di Palembang. Ketika itu, tekwan dia kemas dalam plastik.

Inovasi pembuatan tekwan tidak berhenti pada pembuatan tekwan kering. Filli juga
membuat bumbu tekwan rasa udang, dengan memanfaatkan limbah kepala udang yang
banyak terbuang.

Tekwan kering cepat saji secara bertahap diperkenalkan kepada perajin tekwan di
Palembang melalui alih teknologi pada tahun 2006, atau dua tahun setelah produk itu
dipatenkan.

"Saya bergerak di teknologi pangan, maka sayang kalau hasil temuan itu tidak
diperkenalkan ke khalayak," tutur Filli yang kini menjabat Kepala Laboratorium Kimia
Hasil Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya (Unsri) Palembang.

Ketika pemakaian zat pengawet berbahaya formalin untuk tahu merebak awal tahun
2006, Filli langsung tergerak untuk membuat bahan pengawet alternatif yang tidak
membahayakan kesehatan konsumen. Ia menggunakan daun sirih yang sejak dulu
dikenal sebagai tanaman obat berkhasiat.

Hasilnya, pemakaian daun sirih pada tahu terbukti bermanfaat untuk mengawetkan tahu
sampai tiga hari. Sifat daun sirih yang antibakteri mengawetkan tanpa merusak
kandungan tahu.

Penelitian yang dilakukannya seakan tiada henti. Baru-baru ini, ia membuat produk
pewarna makanan dengan bahan baku serat kayu pohon secang (Caesalpinia sappan).
Pada masa lalu, serat kayu yang banyak tumbuh di pekarangan itu sering digunakan
untuk obat diare. Kini, air rebusan dari serutan kayu secang dipakai sebagai alternatif
pewarna makanan untuk mengurangi ketergantungan pada bahan pewarna sintetis.

Dalam waktu dekat, ia berencana membuat gula rendah kalori untuk penderita diabetes
dengan memanfaatkan bahan-bahan alami di alam.

Sembilan paten
Filli lahir di Palembang, 30 Juni 1966. Ia dibesarkan di lingkungan keluarga pengusaha.
Ayah-ibunya adalah wiraswasta di bidang pakaian. Ketertarikannya terhadap pertanian
dimulai sewaktu ia mempelajari ilmu hayat di bangku sekolah menengah.

Sukses Filli dalam mengembangkan pangan terlihat sejak ia menempuh pendidikan strata
1 (S1) jurusan teknologi pertanian di Fakultas Pertanian Unsri tahun 1985-1989. Dalam
skripsinya, ia menciptakan teknologi pembuatan beras instan. Beras itu cukup direbus
selama dua menit supaya matang.

Saat menempuh kuliah strata dua (S2) jurusan Food Science di University of Western
Sidney, Australia, tahun 1992-1994, ia masih bertekun dalam inovasi beras. Dalam
tesisnya, ia membuat beras instan yang mengandung vitamin B1.
Gelar doktor (S3) dari jurusan Food Science di University of Western Sidney, Australia,
disandangnya tahun 2000 dengan keberhasilan melakukan diversifikasi beras melalui
teknologi pascapanen. Ia membuat beras wangi dengan aroma yang beragam, di
antaranya pandan, dan santan kelapa, tanpa mengubah bentuk asli butiran beras.

Sepulang dari Australia, ia menjadi pengajar pada jurusan teknologi pertanian Fakultas
Pertanian Unsri. Penelitian dilanjutkan setiap tahun. Dalam mewujudkan gagasan
penelitan, perempuan yang sejak dulu bercita-cita menjadi guru itu selalu melibatkan para
mahasiswanya.

Sejauh ini, sudah sembilan hasil penelitiannya yang dipatenkan. Beberapa di antaranya,
pewangian beras menggunakan karbondioksida cair, kopi blok siap seduh, tekwan kering
cepat saji, kaldu udang blok, pembuatan sambal lingkung berkadar lemak rendah, dan
alat pencuci antibiotik pada produk perikanan segar.

Tetapi, rupanya jiwa wiraswasta kedua orangtuanya tidak mengakar padanya. Ia
mengaku tidak memiliki kelihaian dalam mempromosikan, apalagi memasarkan hasil
penelitian yang sudah dia patenkan itu kepada masyarakat.

"Saya senang meneliti dan menyumbangkan karya-karya ilmiah. Tetapi, saya tidak ambil
pusing bagaimana memasarkan produk. Yang penting, teknologi hasil pertanian harus
dikembangkan agar semua yang masuk ke tubuh itu sehat," ujar Filli.

Apa yang dilakukan Filli tak lepas dari motivasinya untuk mengembangkan pertanian
secara berkelanjutan. Kepuasan baginya apabila bisa mengembangkan ilmu. Perjalanan
panjang itu didukung oleh suami dan tiga anaknya. Mereka juga yang sering kali menjadi
pencicip sekaligus kritikus produk pangan yang dihasilkannya bersama dengan
mahasiswanya.

Keprihatinan yang sampai kini Filli rasakan, yaitu masih adanya jurang yang lebar antara
peneliti perguruan tinggi dengan masyarakat. Dalam pandangan Filli, kalangan akademisi
seharusnya memiliki tanggung jawab moral untuk mencerahkan masyarakat dengan cara
menyebarluaskan hasil penemuan mereka.

Tetapi, sampai sekarang, sebagian peneliti masih terbentur kesulitan untuk
memublikasikan karya ilmiah mereka ke khalayak. Belum ada koordinasi antara
departemen, dinas, atau instansi pemerintah dengan perguruan tinggi untuk menyebarkan
hasil penelitian dan temuan para ilmuwan ke masyarakat.
Penyebaran penelitian itu sesungguhnya sangat penting untuk mempersempit jurang
keilmuan antara perguruan tinggi dengan publik. "Dengan begitu, masyarakat akan
semakin mengenal potensi lingkungannya," kata Filli.